Beberapa hari yang lalu, saya menerima email pemberitahuan dari Grab. Isinya berupa ucapan selamat bergabung kepada Uber dalam keluarga Grab. Hmm,,, saya pikir, iya aja deh. Soalnya terakhir kali, saya gagal naik Grab sebab armadanya yang terbatas di daerah tinggal saya.
Beberapa hari kemudian, saya membaca status facebook salah seorang teman di facebook terkait merger antara Uber dan Grab. Inti yang saya tangkap ialah bahwa merger bukan berarti bangkrut.
Selama ini kebanyakan orang menilai apabila suatu perusahaan melaksanakan merger atau dibeli oleh perusahaan lain, maka akan dikatakan, bahwa perusahaan tersebut mengalami bangkrut. Padahal kenyataannya, sanggup jadi sebaliknya. Penggabungan dilakukan untuk meraih laba yang lebih besar lagi.
Selengkapnya sanggup dibaca pada link.
Ada banyak perusahaan besar yang dibeli oleh perusahaan lainnya. Misalnya WhatsApp dan Instagram yang dimiliki oleh Facebook. Atau Youtube yang dibeli oleh Google.
Saat membaca status teman saya tersebut, sedikit pemahaman saya ihwal dunia bisnis mulai terbuka. Saya pun teringat salah satu novel Tere Liye yang berjudul Tentang Kamu. Di sana diceritakan keputusan Ningsih untuk menjual perusahaannya dan laba yang diperolehnya.
Baca Juga Resensi Novel Tentang Kamu - Tere Liye
Padahal jika dipikir-pikir lagi, proses merger tersebut tidak berdampak pribadi kepada saya sebagai pengguna. Cukup memakai satu aplikasi dan memanfaatkannya. Hanya saja saya kadang suka iseng dan memperhatikan. Setidaknya untuk menambah pengetahuan.
Tapi kapan ya, saya sanggup naik Grab beneran?
0 Comments